BUKU. Bentuknya sederhana saja; hanya berupa lembaran-lembaran kertas yang berisikan tulisan, dikumpulkan jadi satu lalu diberi sampul. Jadilah dia apa yang kita sebut "buku".
Tetapi buku tidak sesederhana itu. Dia punya ruh. Punya nyawa yang membuatnya bergerak. Yaitu narasi! Tanpa narasi apalah artinya sebuah buku bukan? Dengan ruh inilah buku menyelami ruang batin pembacanya, menggerakkan emosi mereka, mempengaruhi pikirannya, bahkan tak sedikit yang sampai mengilhami. Lihat saja betapa banyak orang-orang yang 'berubah' setelah membaca buku. Entah itu perubahan positif atau sebaliknya.
Saya termasuk orang yang berhasil 'dipengaruhi' oleh buku. Sejak SD selera membaca saya telah menonjol. Tak ada koran bekas yang terlewatkan begitu saja sebelum saya membacanya. Mungkin dari itu pelan-pelan imajinasi saya berkembang. Ditambah kegemaran mendengar dongeng alias haba jameun dari almarhumah nenek, barangkali itulah yang pada akhirnya membawa saya pada profesi sebagai tukang tulis di salah satu perusahaan media di Aceh.
Saya juga masih ingat -dulu sekali- saat masih SD, seorang tetangga berkunjung ke rumah nenek saya, kebetulan saat itu saya sedang membaca koran bekas. Dia bilang "orang yang suka membaca biasanya cerdas". Sekarang setelah besar saya kian memahami pernyataan si tetangga tersebut.
Di rumah (saya menumpang di rumah saudara) saya punya beberapa koleksi buku. Dua tahun lalu saat renovasi rumah buku-buku itu saya masukkan ke kardus dan diletakkan di beberapa tempat terpisah. Di luar dugaan saya si pemilik rumah malah meminta agar buku-buku itu dikilokan. Katanya lumayan kalau dijual. Waktu itu saya sempat tersinggung juga. Tapi ya sudahlah, ini cuma masalah cinta dan tidak saja.
Sebagai pencinta buku, saya (memang) sering meletakkan buku bukan pada tempatnya seperti di tempat tidur. Biasanya saat saya pulang kerja buku-buku itu sudah kembali rapi di atas lemari. Walau si pemilik rumah tidak mengatakan apa-apa kadang kala terbit juga rasa tidak enaknya. Terfikir kalau buku-buku saya membuat rumahnya berantakan. Jika sudah begitu rasa tidak enak itu saya sembuhkan dengan membaca buku. Bagi saya buku itu bukan sekedar benda mati!
Kian ke sini saya mulai sering membeli buku, walau tidak rutin dan jumlah buku koleksi saya masih sangat terbatas. Sejalan dengan itu saya ingin memperlebar genre menulis saya, saya ingin interaksi saya dengan buku tidak hanya berakhir di halaman terakhir. Tetapi berkesinambungan, bisa dinikmati oleh orang lain dalam bentuk yang lain pula.
Karena itu mulai hari ini saya memutuskan membuat sebuah blog baru dengan title Kutub Boekoe. Kutub Boekoe menjadi tempat bagi semua catatan, resensi, review, atau apapun tentang buku. Seperti deskripsi yang saya tulis di bawah title blog; tempat semua narasi berujung. Kelak saya berharap buku-buku saya lah yang terpajang di sini. Aamiin Allahumma Aaamiin.[]
Tetapi buku tidak sesederhana itu. Dia punya ruh. Punya nyawa yang membuatnya bergerak. Yaitu narasi! Tanpa narasi apalah artinya sebuah buku bukan? Dengan ruh inilah buku menyelami ruang batin pembacanya, menggerakkan emosi mereka, mempengaruhi pikirannya, bahkan tak sedikit yang sampai mengilhami. Lihat saja betapa banyak orang-orang yang 'berubah' setelah membaca buku. Entah itu perubahan positif atau sebaliknya.
Saya termasuk orang yang berhasil 'dipengaruhi' oleh buku. Sejak SD selera membaca saya telah menonjol. Tak ada koran bekas yang terlewatkan begitu saja sebelum saya membacanya. Mungkin dari itu pelan-pelan imajinasi saya berkembang. Ditambah kegemaran mendengar dongeng alias haba jameun dari almarhumah nenek, barangkali itulah yang pada akhirnya membawa saya pada profesi sebagai tukang tulis di salah satu perusahaan media di Aceh.
Saya juga masih ingat -dulu sekali- saat masih SD, seorang tetangga berkunjung ke rumah nenek saya, kebetulan saat itu saya sedang membaca koran bekas. Dia bilang "orang yang suka membaca biasanya cerdas". Sekarang setelah besar saya kian memahami pernyataan si tetangga tersebut.
Di rumah (saya menumpang di rumah saudara) saya punya beberapa koleksi buku. Dua tahun lalu saat renovasi rumah buku-buku itu saya masukkan ke kardus dan diletakkan di beberapa tempat terpisah. Di luar dugaan saya si pemilik rumah malah meminta agar buku-buku itu dikilokan. Katanya lumayan kalau dijual. Waktu itu saya sempat tersinggung juga. Tapi ya sudahlah, ini cuma masalah cinta dan tidak saja.
Sebagai pencinta buku, saya (memang) sering meletakkan buku bukan pada tempatnya seperti di tempat tidur. Biasanya saat saya pulang kerja buku-buku itu sudah kembali rapi di atas lemari. Walau si pemilik rumah tidak mengatakan apa-apa kadang kala terbit juga rasa tidak enaknya. Terfikir kalau buku-buku saya membuat rumahnya berantakan. Jika sudah begitu rasa tidak enak itu saya sembuhkan dengan membaca buku. Bagi saya buku itu bukan sekedar benda mati!
Kian ke sini saya mulai sering membeli buku, walau tidak rutin dan jumlah buku koleksi saya masih sangat terbatas. Sejalan dengan itu saya ingin memperlebar genre menulis saya, saya ingin interaksi saya dengan buku tidak hanya berakhir di halaman terakhir. Tetapi berkesinambungan, bisa dinikmati oleh orang lain dalam bentuk yang lain pula.
Karena itu mulai hari ini saya memutuskan membuat sebuah blog baru dengan title Kutub Boekoe. Kutub Boekoe menjadi tempat bagi semua catatan, resensi, review, atau apapun tentang buku. Seperti deskripsi yang saya tulis di bawah title blog; tempat semua narasi berujung. Kelak saya berharap buku-buku saya lah yang terpajang di sini. Aamiin Allahumma Aaamiin.[]
Selameeeeeeek ya ;)
BalasHapusiyo makasih yo hihihi
Hapuswaduh..jangan dikilokan. banyak tuh yg mau nerima.
BalasHapushahahah aku sih ngga bakalan ngiloin mbak, tapi yang punya rumah tuh maklum aku kan nebeng hihihi
HapusSelamaaaat :)
BalasHapusmakasih mbak Esti, mayan udah banyak yang selametin nih heheh
HapusSelamat atas blog barunya, semoga jd makin rajin bca buku. Btw jgn di kiloin ntar nyesel bgt kya aku. Gara2 dipaksa ma2 ngeloak komik2 yg aku kumpulan dr jman SD, satu kardus gede cm 150rbu nyesek.com :(
BalasHapushm..... momtraveler ini mbak Octa ya? :-D kalau yang ngga suka buku emang gitu sih mbak, merasa ngga bernilai
Hapus